Belajar dari Kasus di Singapura, Ini Dia 5 Faktor Penyebab Obesitas

Obesitas telah menjadi epidemi global yang mengkhawatirkan, termasuk di negara-negara Asia. Singapura, sebagai salah satu negara maju di Asia, kini menghadapi tantangan serius dengan menduduki peringkat ketiga dalam persentase obesitas dewasa di kawasan Asia.
Fenomena ini memberikan pelajaran berharga tentang berbagai faktor kompleks yang berkontribusi terhadap obesitas modern.
Kasus Obesitas di Singapura
Singapura merupakan salah satu negara maju di Asia. Meski begitu, negara yang satu ini tak luput dari permasalah kesehatan, salah satunya adalah masalah obesitas.
Berdasarkan World Obesity Federation, Singapura mendapatkan peringkat ketiga di Asia sebagai negara dengan presentase obesitas dewasa tertinggi.
Berkaca dari hal tersebut, kita bisa melihat beberapa faktor penyebab obesitas yang bisa diwaspadai. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut, tentunya kita bisa melakukan pencegahan dan membantu menurunkan masalah obesitas ini.
Berikut merupakan 5 faktor obesitas yang perlu kamu ketahui berkaca dari kasus obesitas yang terjadi di Singapura.
1. Dominasi Makanan Ultra-Proses dalam Kehidupan Modern
Faktor utama yang mendorong lonjakan obesitas adalah perubahan drastis dalam pola konsumsi makanan.
Wong Hui Mei, ahli gizi utama di Rumah Sakit Gleneagles, mengidentifikasi makanan ultra-proses sebagai biang keladi utama. Fast food, makanan siap saji, dan minuman manis kini mendominasi pilihan makan sehari-hari.
Yang menjadikan situasi ini semakin rumit adalah kombinasi mematikan antara harga yang terjangkau dengan kemudahan akses.
Makanan-makanan ini tidak hanya tinggi kalori, lemak, dan gula, tetapi juga sangat rendah nutrisi penting.
Ironisnya, harga makanan sehat yang relatif lebih mahal membuat pilihan bergizi menjadi kemewahan bagi sebagian masyarakat.
2. Lingkungan yang Mendorong Obesitas
Dr Koh Huilin dari Woodlands Health memperkenalkan konsep "lingkungan obesogenik" - lingkungan yang secara tidak langsung mendorong terjadinya obesitas.
Di Singapura, cuaca tropis yang lembab sepanjang tahun menjadi penghalang alami untuk beraktivitas fisik di luar ruangan.
Meskipun pemerintah telah membangun banyak taman dan jalur hijau, cuaca yang tidak bersahabat membuat fasilitas ini kurang dimanfaatkan optimal.
Budaya kerja modern juga berperan signifikan. Jam kerja yang panjang dan tekanan pekerjaan yang tinggi tidak hanya mengurangi waktu untuk berolahraga, tetapi juga memicu pola tidur yang buruk.
Kualitas tidur yang rendah, menurut Dr Koh, dapat meningkatkan rasa lapar, menimbulkan keinginan makan berlebih, dan menurunkan metabolisme tubuh.
3. Peran Tersembunyi Kondisi Medis
Dr Anuradha Negi dari Raffles Diabetes and Endocrine Centre mengungkap faktor yang sering diabaikan: kondisi medis tertentu.
Gangguan endokrin seperti hipotiroidisme, sindrom ovarium polikistik (PCOS), sindrom Cushing, dan defisiensi hormon pertumbuhan dapat secara langsung menyebabkan penambahan berat badan atau mempersulit penurunan berat badan.
Lebih mengejutkan lagi, beberapa obat-obatan yang diresepkan untuk mengatasi kondisi kesehatan justru dapat memicu kenaikan berat badan.
Obat-obatan untuk kondisi psikiatrik, diabetes, kondisi autoimun, atau serangan asma akut seringkali memiliki efek samping berupa penambahan berat badan.
Bahkan antihistamin yang digunakan secara kronis dapat membuat seseorang rentan mengalami kenaikan berat badan.
4. Dampak Kesehatan Mental yang Diabaikan
Hubungan antara kesehatan mental dan obesitas membentuk lingkaran setan yang sulit diputus. Dr Precelia Lam dari Raffles Medical menjelaskan bahwa stres, kecemasan, dan depresi sering memicu emotional eating atau binge eating.
Makanan, terutama yang tinggi gula dan lemak, menjadi pelarian untuk mendapatkan "dopamine hit" - sensasi menyenangkan sesaat yang meredakan tekanan emosional.
Pola ini menciptakan ketergantungan psikologis terhadap makanan sebagai mekanisme coping, yang pada akhirnya berkontribusi signifikan terhadap konsumsi kalori berlebihan dan penambahan berat badan.
5. Takdir Genetik dan Etnis
Faktor terakhir namun tidak kalah penting adalah peran genetika dan etnis. Dr Abel Soh dari Mount Elizabeth Hospital mengungkapkan bahwa setidaknya 15 gen telah diidentifikasi berkontribusi terhadap obesitas.
Genetika mempengaruhi bagaimana tubuh mengatur nafsu makan, mengkonversi makanan menjadi energi, dan membakar kalori saat berolahraga.
Yang menarik, kelompok etnis tertentu memiliki kecenderungan berbeda terhadap obesitas. Di Singapura, etnis Melayu dan India menunjukkan tingkat obesitas lebih tinggi dibandingkan etnis Tionghoa.
Dr Negi menambahkan bahwa orang Asia Selatan dan Asia Timur cenderung memiliki lemak visceral lebih tinggi pada BMI yang lebih rendah, membuat mereka lebih rentan terhadap komplikasi kesehatan terkait obesitas.
Memahami kompleksitas faktor-faktor penyebab obesitas adalah langkah pertama yang krusial dalam mengatasi epidemi ini.
Dari makanan ultra-proses hingga faktor genetik, setiap elemen saling berinteraksi menciptakan tantangan kesehatan yang multidimensional.
Pengetahuan ini menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam pencegahan dan penanganan obesitas, yang tidak hanya fokus pada diet dan olahraga, tetapi juga mempertimbangkan lingkungan, kesehatan mental, kondisi medis, dan faktor bawaan individu.
Post a Comment for "Belajar dari Kasus di Singapura, Ini Dia 5 Faktor Penyebab Obesitas "